Kuliner semarang

                        Gulai Kambing Bustama


gulai kambing
gulai kambing
Berbicara tentang gulai kambing Kota Semarang, orang pasti teringat pada gulai kambing Bustaman. Karena keistimewaannya, gulai ini sudah menjadi ciri khas gulai Semarangan.

Tak jarang pembeli dari luar kota pecinta masakan gulai, dipastikan menyempatkan diri menikmati gulai dengan cita rasa yang khas tersebut
Lahirnya gulai tersebut tidak lepas dari sejarah Kota Semarang.

Dari sebuah kampung kuno di sekitar Jalan MT Haryono, terdapat seorang tokoh kampung yang sering dipangil dengan sebutan Uwak Bustam. Tokoh tersebut menjadi salah satu cikal bakal lahirnya pusat perdagangan. Juga penyembelihan  kambing di kampung tersebut sekitar tahun 1930-an hingga akhirnya tercetus nama Kampung Bustaman.

Gulai Bustaman memang berbeda dengan gulai umumnya, karena kuahnya tanpa menggunakan santan meski sama-sama menggunakan kelapa. Kelapa diparut dan digoreng sangan, tidak diperas menjadi santan. Gorengan parutan kelapa tersebut lalu ditumbuk halus dicampur rempah-rempah untuk bumbu kuahnya. Selain itu juga terdapat campuran cengkeh dan kayu manis.

Salah satu pedagang gulai Bustaman adalah Sabar yang kini warungnya  menetap di belakang Gereja Blenduk sejak tahun 1969 silam. Usaha itu dirintis oleh ayahnya Warso, dengan berjualan keliling dan dipikul. Kemudian Sabar menemukan tempat menetap di belakang Gereja Blenduk tersebut.

“Dulu kakek saya berjualan keliling. Tahun 1969 kami mulai menetap. Kemudian usaha itu diteruskan oleh bapak saya,” cerita Faizun, 28, anak dari  Sabar.

Daging kambing yang dimasak untuk gulai Bustaman umumnya bagian kepala, kaki serta jeroan. Selain itu yang sering dicari orang yakni bagian pipi, telinga, dan bagian lainnya. Karenanya, daging yang digunakan umumnya dari kambing betina. “Kita memang banyak ambil bagian kepala dan jeroan. Yang istimewa ya otaknya,” katanya
Kini rata-rata per hari, Gulai Kambing Bustaman laku 160 – 200 porsi.

Dengan harga per porsi Rp 12 ribu lengkap dengan nasi  ditambah gerusan cabe rawit dan potongan bawang merah. Paling ramai, saat jam makan siang mulai dari pukul 11.00-14.00. Bahkan tak jarang saat jam tersebut gulai telah habis. “Kami buka setiap hari mulai pukul 08.00-16.00. Tapi kadang sebelum jam tutup gulai sudah habis duluan,” tandasnya 

Ayam Goreng Yaisi 

Ayam Goreng Yaisi

Ayam Goreng Yaisi
Bagi pecinta ayam goreng mungkin bisa datang ke warung ini. Warung “Yaisy” yang berada di pinggir Jalan Raya Puri Anjasmoro Semarang, tepatnya 100 meter setelah gerbang masuk. Warung kuliner ini dikelola oleh Andre Suhendro, 37,  warga Kanfer Utara Dalam III Banyumanik Semarang. Andre sendiri mulai mengelola warungnya sejak 1996, atau sudah 13 tahun, sejak dirinya masih lajang, hingga kini memiliki istri dan seorang anak.

Andre mengaku keahliannya memasak ayam goreng diperolehnya secara tidak langsung dari pamannya di Kampung Tiber, daerah Mataram Semarang.  Kebetulan kampung tempat kelahirannya itu merupakan kampung penjual ayam goreng khas Semarang. Di kampung ini, setidaknya ada 10 penjual ayam goreng.

Salah satunya, pamannya sendiri, Supar, yang namanya cukup beken sebagai penjual ayam goreng  di Jalan Moch Suyudi.
“Saya belajar memasak ayam goreng ya dari om saya, Pak Supar, itu. Di sana saya bantu-bantu selama satu bulan, lalu memberanikan diri membuka warung sendiri,” cerita suami Diah Sulistyorini, 37 ini.

Dalam sehari, Andre dapat menghabiskan sekitar 16 hingga 20 kg ayam yang dibelinya di Pasar Kobong. Bahkan, saat akhir pekan dan hari libur, dirinya bisa menghabiskan 20 hingga 25 kg ayam pejantan segar.

Warung ayam goreng ini buka pukul 09.30- 15.00. Harganya sangat terjangkau. Untuk ayam goreng Rp 7 ribu, sedangkan rempela ati, dan kepala hanya Rp 1000.
Lalu apa istimewanya dari ayah goreng Yaisy ini? Menurut ayah dari Desmonda Kalonica, 8 ini, ayam goreng produknya dikenal gurih.

Itu berkat bumbu khusus hasil racikannya. “Saya mengkombinasikan bumbu dari paman dan saya sendiri,” akunya.
Ayam goreng bikinan Andre semakin nikmat dengan tambahan sambal terasi matang dan timun sebagai penyegarnya. Sajian sambalnya yang juga khas ini, semakin menambah rasa ayam goreng Yaisy terasa mak nyuss. (adi/aro)



Jeroan Sapi
Gurih dan Lezat Jeroan Sapi
Gurih dan Lezat Jeroan Sapi
JIKA di televisi ada reality show yang menantang orang untuk menyantap bagian yang tak lazim dari tubuh hewan. Di Semarang juga ada warung makan yang menyediakan menu ekstrem seperti itu.

Datang saja ke warung Mak Mi di Jalan Suyudono No 51 Semarang.
Warung senderhana ini menyajikan menu kuliner dari torpedo sapi. Racikan bumbu yang mantap, dipastikan orang akan lupa bahwa itu adalah sebuah torpedo sapi yang selama ini kurang dilirik.
Pemilik warung Mak Mi, Hj Rasilah, 75 mengaku sudah membuka warung tersebut selama 45 tahun dengan menu andalan torpedo sapi. Sebelum menetap di Jalan Suyudono, nenek 20 cucu dan 2 buyut ini membuka warung PKL di Jalan Bulustalan Gang 4. Kemudian pindah ke garasi salah satu rumah warga, dan akhirnya menetap dan membeli kios di Jalan Suyudono.

Wah, dulu kami hanya warung PKL biasa. Kini Alhamdulillah sudah menetap. Dari dulu menu andalannya ya torpedo sapi, semua orang sudah tahu itu,” kata Hj Rasilah diamini Sugiharti, 42, anak keempatnya.
Hj Rasilah menjelaskan, kekhasan masakan torpedo sapi hingga sekarang masih dipertahankan. Sebab, torpedo sapi bagi sebagian orang diyakini bisa sebagai obat penyakit, penambah vitalitas dan stamina. Bahkan ada yang mayakini menyantap torpedo sapi bisa menghaluskan kulit.

“Ada pelanggan yang kalau ke sini itu untuk mencari tombo (obat, Red) penyakit. Katanya biar tambah seger,” kata Hj Rasilah kepada Radar Semarang.
Kini masakan torpedo sapi yang menjadi ciri khas warung ini dimasak Sugiharti bersama Yulia, 39, anak keenam dan Siti Nurjubaidah, 31, anak ketujuh. Sementara sang ibu Hj Rasilah alias Mak Mi sudah tiga tahun ini hanya mengawasi warung.

Yulia menerangkan, cara memasak warung makan Mak Mi sejak pertama kali buka hingga sekarang masih mempertahankan cara tradisional menggunakan arang atau kayu. Selain itu, juga pantang menggunakan penyedap rasa.  Beberapa kali dirinya mencoba memasak menggunakan kompor gas, namun hasilnya justru mengecewakan. “Kalau pakai kompor gas, masakan belum matang tapi air untuk merebusnya sudah habis,” tuturnya

Di samping masakan torpedo sapi yang seporsi seharga Rp 8 ribu, di warung Mak Mi juga menyediakan koyor sapi, cumi, jeroan, udang dan kepiting lemburi goreng, paru, oseng-oseng lombok ijo, gudeg telur bebek, serta aneka masakan kuliner lainnya.


Bebek Goreng Kremes


Bebek Goreng Kremes
Bebek Goreng Kremes
SALAH satu tempat tujuan kuliner di Kota Semarang adalah warung Bebek Gendut yang terletak di Jalan Ngesrep Timur V/53 Semarang. Warung kuliner yang menawarkan menu andalan bebek goreng kremes ini buka setiap hari mulai pukul 10.00-23.00.

Pasangan Tri A dan Susianti sudah memulai bisnis kuliner bebek goreng kremes ini sejak tahun 1996.
Awalnya hanya berupa warung tenda. Tapi usaha tersebut semakin berkembang hingga memiliki warung permanen yang bisa menampung sekitar 30 pengunjung, dan saat ini juga sedang diperluas lagi.
Selain itu, mulai 23 Juni 2009, Tri juga akan membuka cabang Bebek Gendut di Jalan Haji Samali 50 Pasar Minggu Jakarta. “Ini resep buatan saya dengan istri saya. Dan ternyata cocok dengan lidah pelanggan hingga saat ini,” tutur Tri lepada Radar Semarang.

Ia menjelaskan, mungkin bebek goreng kremes racikannya itu adalah yang pertama kalinya di Semarang. Saat itu, tutur Tri, para penjual bebek goreng di Semarang hanya menyajikan daging bebek digoreng biasa. Karena itu, ia mencoba berkreasi dengan menawarkan ayam goreng kremes yang ternyata cocok dengan lidah pelanggan.
Salah satu keistimewaan masakan Tri dan Susanti di lidah para pelanggan adalah daging bebek yang empuk. Bumbu khusus yang diracik pasangan ini membuat daging bebek tidak lagi alot.

“Saya pakai ramuan rempah-rempah khusus agar dagingnya empuk. Dan para pelanggan ternyata juga suka,” jelasnya.
Tak hanya menu bebek goreng kremes, tapi warung bebek Gendut juga melayani menu bebek bakar. Alternatif lain adalah masakan ayam, gurame, burung dara, pecel lele dengan variasi masakan goreng atau bakar.

Selain cocok rasanya, para pelanggan warung ini juga tidak perlu merogoh kocek terlalu dalam. Untuk menu bebek, baik bakar atau goreng, setiap porsi harganya Rp 10 ribu. Kemudian seporsi burung dara atau gurame Rp 15 ribu, ayam (Rp 8 ribu), pecel lele (Rp 5 ribu).

“Saya ingin menjadikan masakan bebek kremes ini jadi masakan khas Semarang. Untuk cabang di Jakarta, juga saya tulis sebagai masakan khas Semarang,” tutur Tri yang merupakan warga Semarang asli.
Biasanya, para pelanggan memadati warungnya sekitar pukul 17.00-20.00. Setiap hari, rata-rata ia harus memotong 80 ekor bebek dan 40 ekor ayam yang setiap ekor bisa dijadikan 4 porsi masakan. Selain itu, ia juga menyediakan 20 ekor burung dara dan 5 kilogram lele. “Bahkan kalau lagi musim liburan saya bisa memotong sampai 150 ekor bebek setiap harinya,” jelas Tri.


Gulai Kepala Kakap

Gulai Kepala Ikan Kakap
Gulai Kepala Ikan Kakap
gulai kepala ikan kakap “Pak Oeban” di Jalan Pamularsih Semarang ini rasanya rugi kalau tidak Anda coba. Selain memiliki rasa khas Bukit Tinggi, Sumatera Barat, menu bikinan Hj Kadar ini juga sangat terjangkau harganya.

Menurut Hj Kadar, dirinya baru 2 tahun membuka warung di Jalan Pamularsih. Sebelumnya, warung Hj Kadar berada di daerah Poncol. Meski pindah tempat, warung makan dengan menu andalan gulai kepala ikan kakap ini tak pernah sepi pengunjung.
Jika dibandingkan menu kuliner yang sama di warung lain, gulai kepala ikan kakap “Pak Oeban” memang istimewa.

Menurut Hj Kadar, menu kuliner buatannya itu memakai bumbu rempah khas Sumatera Barat yang tiada duanya. “Resepnya warisan leluhur saya. Jadi ini turun-temurun,”akunya kepada Radar Semarang kemarin (29/5). Hj Kadar mengisahkan, resep masakan itu didapat dari ibunya. Sehingga tak semua orang menguasainya. “Dulu ayah saya menjadi ABRI (TNI) yang sering berpindah-pindah.

Meski demikian, ibu saya tetap berjualan di manapun ayah berdinas,” cerita ibu 5 anak yang dibesarkan di Bukit Tinggi ini. Dia mengaku dalam sehari mampu menghabiskan 450 ekor kepala ikan kakap. Ikan kakap segar itu disuplai dari hasil budidaya di daerah Tambakaji, Semarang.

Yang menarik, dalam penyajian menu ini dihidangkan bersama rebusan daun ketela dan sambal dari cabai hijau layaknya menu nasi padang. Seporsi gulai kepala ikan kakap cukup Rp 7.500. Kini, Hj Kadar dibantu 13 orang karyawan. Warungnya buka setiap hari mulai pukul 10.00 hingga 16.00. Biar kompak, semua karyawan warung ini diwajibkan mengenakan seragam selama bertugas. Hari Senin mengenakan batik, hari lainnya pakai kaos berwarna oranye dan hitam.

Meski memiliki 5 anak, tapi tampaknya yang akan meneruskan usahanya hanyalah seorang anaknya. Yakni, Poppy Indrasari. Kebetulan anaknya yang lain sudah merantau ke sejumlah daerah. “Yang bantu-bantu selama ini hanya Poppy. Karenanya, saya juga menurunkan resep ke dia,” katanya.

Tahu Bakso Bu Pujdi

tahu bakso
tahu bakso
BELUM lengkap rasanya ke Ungaran bila tidak beli oleh-oleh tahu bakso. Barangkali pernyataan itu tak salah. Coba saja cicipi Tahu Baxo Bu Pudji, pasti akan ketagihan. Cita rasanya berbeda dengan tahu bakso umumnya yang banyak dijual di pasaran. Dari gigitan pertama sampai terakhir baksonya terasa.

Berbentuk kotak segi empat, di dalamnya ditanam bakso yang gurih. Semakin enak bila dinikmati dengan cabe rawit hijau nan pedas.
Sri Lestari atau akrab dipanggil Bu Pudji ini pencetus tahu bakso sebagai oleh-oleh khas Ungaran. Outlet “Tahu Baxo Bu Pudji” dan aneka bakso di Jalan Letjen Suprapto No 24 Ungaran tak pernah sepi pembeli. Bahkan, banyak yang rela antre demi mendapatkan tahu bakso ini. Umumnya, tahu bakso itu untuk oleh-oleh.

Satu bungkus tahu bakso goreng berisi 10 biji harganya Rp 16 ribu, sedangkan tahu bakso basah atau belum digoreng Rp 15 ribu.
Apa keistimewaan tahu bakso Bu Pudji? Rasanya gurih, tidak terlalu asin, pas di lidah. Baksonya tidak sekadar hiasan atau cuma menempel di tahu, tapi mulai dari gigitan awal sampai terakhir terasa. Tak salah bila disebut tahu bakso, karena merupakan paduan tahu dan bakso. Bentuknya juga menarik, rapi, rata dan rapat.

“Rapi, rata dan rapat menjadi motto kami. Tahunya rapi, bentuknya rata dan baksonya rapet,”ujar Sri Lestari didampingi suaminya  Pudjijanto di outletnya kemarin (28/5).
Tahu dan bakso diproduksi sendiri. “Kami sangat memperhatikan kualitas bahan baku dan pembuatannya sesuai aturan-aturan yang memenuhi standar kesehatan. Jadi lebih terjamin kualitasnya,”jelas  Pudjijanto sembari menambahkan pembuatan tahu sama sekali tidak menggunakan bahan pengawet seperti formalin.

Sejak awal buka usaha, dirinya menghindari hal itu karena tak ingin merugikan konsumen. Tak heran bila tahu baksonya hanya tahan sampai 2 hari, kecuali dimasukkan dalam lemari pendingin.

Dia mulai membuat tahu bakso pada 1995. Awalnya hanya dijual di kalangan teman-teman PKK, atau Dharma Wanita. Dari situ, tahu baksonya mulai dikenal luas. Sebelumnya hanya melayani kalau ada pesanan. Kemudian diputuskan setiap hari bikin. Karena setiap hari pasti ada yang membeli. Waktu itu dikenal dengan tahu bakso Kepodang karena Bu Pudji tinggal di Jalan Kepodang.

Tahun 1996, ia berjualan dengan gerobak dorong. Produksi tahu tiap hari hanya 100-150 biji, kemudian berkembang menjadi 1.500 pada 2002. Dan saat ini rata-rata tiap hari mencapai 10 ribu. Pada saat liburan Hari Raya Lebaran bisa sampai 15 ribu tahu setiap hari. Meskipun bermunculan pesaing baru, dirinya tetap eksis.

“Logikanya kalau banyak pesaing produksi kita berkurang. Realitasnya tidak, justru semakin bertambah dan bertambah. Saya juga tidak tahu kenapa bisa terjadi,”papar pria yang baru setahun pensiun itu.

Tahun 2002, pasangan suami istri ini pindah rumah, dari Jalan Kepodang ke Kutilang. Maka, nama tahu bakso Kepodang diganti menjadi Tahu Baxo Bu Pudji.

Diceritakan ibu 3 anak itu, ide membuat tahu bakso karena kepepet kebutuhan hidup. Gaji suami PNS dirasa tak mampu memenuhi kebutuhan yang semakin besar. “Tiap tanggal 10 gaji sudah habis. Jadi saya harus kreatif memutar otak mencari tambahan penghasilan,”papar perempuan berkerudung ini.

Semula mencoba bisnis pakaian, kelontong dan beberapa usaha lain, namun selalu menemui kegagalan. Lantas muncul ide bikin tahu bakso, ketika mencicipi tahu isi bakso di suatu acara. “Karena saya hobi masak, saya coba bikin tahu bakso,”katanya sembari tersenyum. Berkat tahu bakso, Bu Pudji tak lagi tergantung pada gaji suami yang pas-pasan.


Kepala Ikan Manyung 
Kepala Iwak Manyung
SEMARANG – Kenikmatan kepala ikan manyung (mangut) masakan warung makan Selera Bu Fat Jalan Ariloka Raya Kelurahan Krobokan Semarang Barat tiada duanya.

Sekali mencoba pasti ketagihan. Mengapa? Karena racikan bumbu rempah-rempah ditambah daging ikan yang empuk dan gurih membuat lidah bergoyang.

Pelanggan kerap menyebutnya ndas (kepala) manyung.
Kepala ikan manyung yang pedas merupakan resep mendiang Ny Fatimah atau akrab disapa Bu Fat. Awalnya, ia hanya membuka warung makan kecil-kecilan di daerah Krobokan dengan menu masakan khas Jawa. Warungnya sempat berpindah-pindah hingga akhirnya menetap di Jalan Ariloka Raya.

“Awalnya hanya warung biasa kecil. Kami sempat berpindah-pindah, menu masakan juga sederhana,” ungkap Suyoso, 65, suami almarhumah Fatimah yang kini meneruskan warung itu.
Sebenarnya, ujar Suyoso, warung makan telah dirintis sejak tahun 1960. Namun, saat tahun 1997 dirinya bersama istri menemukan resep baru yakni kepala ikan manyung. Ternyata resep masakan tersebut diterima para pelanggannya hingga sekarang.
“Kepala manyung memang menu andalan kami. Rata-rata per hari habis 30 kepala ikan manyung dengan berat sekitar 1 kg,” ungkap pria asli Wonogiri ini.

Satu porsi ikan kepala manyung, para pelanggan cukup mengeluarkan uang sebesar Rp 30 ribu. Menu andalan lainnya adalah cumi-cumi, yang harganya Rp 10 ribu  per porsi. Warung makan Bu Fat, juga menyediakan menu ayam goreng, pepes kepala kakap, pepes pindang, botok mlanding teri, opor, sup, dll.

“Kami menyediakan macam-macam masakan. Mungkin semua bahan yang ada di pasar, bisa kami masak semua,” ujarnya sembari tertawa.
Warung makan Bu Fat buka mulai pukul 06.00 – 19.00. Tapi, jika pelanggan datang pada pagi hari menu masakan masih belum komplit. Biasanya warung makan berukuran 6 x 9 m2 ini ramai dikunjungi pelanggan pada jam makan siang, mulai pukul 11.00-14.00.
Para pelanggan tetapnya antara lain Menteri Pertambangan dan Energi, Purnomo Yusgiantoro. Pernah memesan sampai puluhan bungkus dibawa ke Jakarta. Dirinya juga menerima pesanan untuk hajatan atau acara lain.

“Mungkin orang bisa memasak mangut, tapi kalau mangut di sini berbeda. Ada bumbu rahasianya. Ciri khas masakan kami adalah irisan cabe yang dipotong besar,” tandasnya

Ayam Goreng Laos

Ayam Goreng LaosBanyak sekali model ayam goreng kremes dijual di pasaran, namun ada satu ayam dengan bumbu kremes lain dari yang lainnya. Penasaran, kunjungi saja rumah makan Kebal Kebul Jl Jatiraya A6 Banyumanik Semarang yang buka mulai pukul 10.00 san tutup 22.00.
Tempat makan yang diset seartistik mungkin dan dengan penataan meja kursi yang oke.

Sehingga pengunjung dapat leluasa menyantap makanan yang dihidangkan. Pemiliknya adalah pasangan suami istri Herman dan Sri Kundari yang asli Semarang.
Dibuka sejak 1 September 2008 lalu, rumah makan ini menyuguhkan berbagai macam makanan Jawa dengan menu spesial ayam goreng laos (lengkuas) kebal kebul. Ayam goreng laos ini menggunakan daging ayam pejantan yang digoreng kering atau basah terserah pembeli, kemudian ditaburi parutan laos dan bumbu lainnya.
Rasanya, jangan ditanya lagi, daging ayam goreng yang sebelumnya sudah direndam dalam larutan bumbu membuat daging ayam ini terasa empuk dan sangat lezat ketika berada di dalam mulut. Ini masih ditambah dengan taburan parutan laos dan campuran bumbu lainnya di atas daging ayam goreng.
“Menu spesial di sini adalah ayam goreng laos kebal kebul. Ayam goreng ini ditaburi dengan parutan laos dan bumbu lain di atasnya. Laosnya diparut lalu dikeringkan baru digoreng, setelah matang ditaburkan di atas ayam goreng,” jelas Ny Herman.
Dinikmati dengan nasi hangat bakal membuat kita ketagihan untuk mencicipinya lagi. Kemudian di dalam paket ayam goreng laos ini kita akan menjumpai dua macam sambal. Yakni sambal hijau dan sambal merah. Keduanya sama-sama nikmat disantap bersama nasi hangat dan ayam goreng. Karena yang satu merupakan sambal tomat dan lombok merah dan satunya lagi menggunakan lombok hijau.
“Kami menyediakan dua macam sambal yakni sambal ijo dan sambal merah, selain itu masih ada lalapan irisan kol, selada, timun dan tomat,” imbuh ibu dua putri Mutya dan Dea.
Ayam Goreng Laos
Selain ayam goreng laos kebal-kebul, menu lainnya yang tak kalah oke adalah nasi timbel. Yakni nasi yang dibungkus daun pisang kemudian dibakar hingga membekaskan aroma khas. Nasi timbel sendiri merupakan masakan khas Sunda dan menjadi menu andalan di Kebal Kebul.

Nasi timbel memiliki penggemar tersendiri yang tidak kalah dengan penggemar ayam goreng laos. Dalam nasi timbel ini akan ditemukan tahu, tempe, ikan asin, sayur asem, dan sambal.
Satu lagi menu yang tidak kalah asik untuk dicoba adalah sup ikan gurami yang disajikan dalam keadaan panas di atas kompor kecil yang menyala. Kuahnya aduhai karena campuran bumbunya yang sedap. Belum lagi dengan dengan daging ikan gurami yang disajikan di dalamnya, dagingnya yang tebal dan gurih sangat cocok disantap saat makan malam bersama keluarga.

Lunpia Ekstrim Mas Prapto

HHmmm...Lunpia Asli Semarang
Lunpia Asli Semarang
Satu lagi makanan khas Semarang yang banyak diburu para pelancong dari luar kota. Makanan ini, bisa dijumpai di Jalan Mataram Semarang maupun di Jalan Pandanaran. Para pedagang kaki lima ini berderet menjajakan makanan tersebut.
Ada lunpia kilat, ekspres, ekstrim, super ekspres dan masih banyak yang lainnya. Dari ke-9 macam lunpia tersebut, salah satu pedagang kaki lima yang dikunjungi Radar Semarang kemarin adalah Lunpia Ekstrim Bang Prapto berlokasi di depan Kampung Mertojoyo Jalan Mataram Semarang.
Nama lunpia ekstrim tersebut, menurut pemiliknya Suprapto, cukup manjur untuk menarik pengunjung. Ini terbukti dari omzet yang dihasilkannya setiap hari. Rata-rata ia mampu menjual sekitar 90 hingga 100 lunpia per hari. Bahkan, jika hari Sabtu dan Minggu tak jarang Suprapto mampu menjual hingga 200 lunpia.
“Rata-rata pembeli saya sebagian besar beasal dari luar kota. Seperti orang dari Surabaya, Jakarta dan masih banyak lagi. Mereka sengaja membeli lunpia ini, untuk oleh-oleh bagi sanak keluarganya,” ungkapnya.
Tidak hanya itu mahasiswa yang hendak pulang kampung tak jarang membeli lunpia untuk oleh-oleh. “Anak-anak kos-kosan yang menjadi pelanggan di tempat ini, sebagian besar berasal dari Jepara, Demak dan masih banyak lagi,” terangnya.
Isi lunpia antara lain rebung, udang, telur, ayam dan ikan pihi. Isian itu dibalut tepung. Harganya menurut Prapto satu lunpia Rp 5 ribu. “Dengan Rp 5 ribu sudah bisa mendapatkan lunpia yang manis dan gurih,” jelasnya berpromosi.
Untuk penyajian, dilengkapi saus terbuat dari kecap dan bawang. Serta lalapan acar, dan cabai. Pria yang tinggal di Jalan Kampung Krese 463 Semarang ini mengaku sudah 9 tahun berjualan lunpia. Sebelum berjualan lunpia sendiri, Prapto bekerja pada pedagang lunpia di kawasan Gang Pinggir.


Es Cao Bu Dewi


Es Cao Bu Dewi

Es Cao Bu Dewi
SEMARANG – Kesegaran es tidak hanya nikmat saat diminum siang hari bolong. Malam hari pun tetap nikmat menyegarkan. Tak percaya buktikan di Ees Cao Dewi khas Semarang ini. Serutan es yang disiram dengan sirup frambose, butiran selasih dan kucuran jeruk nipis, bisa melepas dahaga serta menambah kesegaran di malam hari.

Es cao ini pun hanya buka di malam hari di Pasar Semawis pada Jumat, Sabtu dan Minggu. Sedangkan Senin dan Kamis di depan gg pasar baru..

Sudah empat tahun ini Dewi Suryanti, 31, warga Suryo Kusumo IV/43 Tlogosari membuka es cao di malam hari. Dirinya membuka usaha dengan resep turun-temurun. Awalnya ia membuka di daerah Kedungmundu, kemudian pindah ke Pasar Semawis. Keputusan untuk pindah tersebut tepat, karena pelanggannya semakin hari kian banyak.

Wah kalau buka di Semawis, duduk saja tidak sempat. Apalagi pelanggan minta saya yang meracik es tersebut,” ujar istri Triyono, 40,  yang juga pelatih basket tim cewek SMA Karangturi ini
Menu andalannya adalah es cao isinya sari kelapa, nanas, manisan mangga, tape, selasih, kelapa muda, dan cao. Harganya Rp10 ribu per piring, Rp12 ribu jika ditambah kolang-kaling dan Rp 20 ribu jika ditambah durian.

“Ciri khas kami, menggunakan piring bukan mangkok. Untuk durian juga menggunakan durian montong,” ujarnya sembari mengatakan siap untuk mengikuti ajang lomba kuliner  Khas Semarang yang diadakan  Dji Sam Soe kerjasama dengan Jawa Pos Grup (Radar Semarang, Meteor).
Selain es cao, dirinya juga menyediakan es marem, es shanghai, es teler semawis, es kombinasi. Untuk pelanggan yang memiliki penyakit diabetes, tidak perlu khawatir karena disediakan gula khusus.

Jam buka mulai pukul 17.30 – 21.00 hari Jumat, Sabtu, Minggu di Pasar Semawis dan hari Senin-Kamis ujung Jalan Wotgandul Timur  “Es cao yang asli itu ya es campur asli Semarang, tapi banyak orang yang mengira es cincau itu es cao,” tandasnya


Sumber :   kulinerkhassemarang.wordpress.com 


Komentar