Muslimah Filipina, Menemukan “Hidayah” di Hong Kong

Untuk menebus kejahiliyahannya itu, wanita berkulit putih ini memilih mengabdikan hidupnya di jalan dakwah 
 
     Waktu menunjukkan pukul 13.00 (waktu Hong Kong). Suara adzan mulai berkumandang dari masjid Jami’ Tsim Sha Tsui,  Nathan Road. Hening dan khusyu’ mewarnai  suasana  di dalam masjid, seolah menghayati lantunan adzan yang berkumandang.
Seperti umumnya kaum migran, Hari Ahad, merupakan hari libur bagi para pekerja yang bekerja di Hong Kong. Biasanya, selain, memilih hiburan duniawi, para pekerja yang memiliki keimaman,  memilih hiburan dengan mengikuti pengajian. Di masjid ini, selain tempat menunaikan sholat, juga termasuk salah satu masjid yang menjadi basis Muslimah asal Indonesia dan mampu menampung 1.000 hingga 1.500 jamaah.

Di Hong Kong, adzan merupakan sesuatu barang yang langka bagi kaum Muslim. Alasannya, tentu karena tidak banyak masjid  berdiri. Bagi warga Burug Migran Indonesia (BMI),  menikmati lantunan suara adzan dan berkesempatan sholat berjama’ah  di hari libur, bisa menjadi sesuatu yang sangat berharga. Setidaknya mengingatkan kembali nuansa kampung, tempat tinggal mereka berasal, di mana khasanah Islam begitu mudah ditemukan.
Hari itu, sholat berjamaah dipimpin oleh seorang imam berasal dari Pakistan. Pengurus masjid juga seorang muslim Pakistan berkewarga negaraan Hong Kong. Suasa ibadah shalat Dhuhur yang saya ikuti kali ini amat nikmat dan penuh kehusyukan.
Selesai sholat Dhuhur, beberapa jama’ah mulai meninggalkan masjid. Sebagaian lain,  melanjutkan mengaji atau hanya duduk-duduk untuk menunggu waktu Ashar tiba.
Di aula masjid,tampak seorang muslimah  sedang duduk sendirian. Namanya Sharifah. Wanita bermata sipit ini bukan TKW asal Indonesia. Tapi ia adalah muslimah asal Mindanao, Filipina. Salah satu kawasan bergolak yang dikenal sebagai pusat komunitas Muslim sejak agama Islam masuk ke Filipina pada abad ke-13.
Dengan menggunakan jilbab putih dan baju coklat, Sharifah nampak anggun. Dibalik kesederhanaannya, seolah tersimpan  semangat membara di dadanya.
Gaya bicaranya yang mengesankan,  mencerminkan bahwa dia bukan muslimah yang menyukai kemalasan.
Sharifah menceritakan, tentang negaranya dalam memandang Islam, tentang pemikiran anak-anak muslim Filipina dan  tentang perjuangannya menemukan hidayah di tempatnya kini bekerja di Hong Kong. Inilah penuturan ringkasnya.
“Saya adalah muslimah yang lahir sebagai muslim, namun tidak pernah mengerti ajaran islam yang sesungguhnya, saya dibodohi oleh media dan lingkungan, sungguh saya di masa jahiliyah tidak pernah tahu dan tidak pernah menyadari jika islam adalah agama yang agung, suci, lengkap dalam segala pemecahan problema hidup, begitulah sharifah memulai menceritakan kisahnya pada www.hidayatullah.com.
“Dulu saya malu mengenakan hijab, karena lingkungan dan media telah membentuk opini yang menancap di diri saya, kalau Islam adalah agama teroris, dengan mengenakan hijab, saya akan dicibir dan di musuhi banyak orang di sekitar saya, sungguh saya malu untuk memperlihatkan identitas saya di tempat umum, sehingga saya memilih tampil seperti kebanyakan orang di kota saya tinggal, “ begitu penuturan wanita asal Mindanao, ini melanjutkan ceritanya.
Menurut Sharifah, di Mindanao sendiri, nuansa keislaman pada kaum muda nyaris pudar. Ini diperparah opini media yang selama ini berkembang dan selalu menyudutkan Islam. Sehingga para muslimah lebih bangga tampil seksi dengan baju you can see daripada berhijab rapi yang menutup auratnya.
Namun yang ia syukuri, kejadian seperti itu tak berlaku lama pada dirinya. Ia justru mengaku makin menemukan Islam dan ridho atas keputusan Islam setelah bekerja di Hong Kong. Kejadian yang tak disengaja ini diibaratkan menemukan kembali Islam dibalik masa-masa kejahiliaannya.
“Saya bersyukur, Allah telah menyelamatkan saya dari masa jahiliyah, zalim terhadap diri sendiri, sekarang saya merasakan ketenangan yang luar biasa, dan selalu kurang tentang ilmu, sehingga saya berkeinginan untuk terus belajar seluk beluk Islam, ujarnya.
“Saya juga heran dengan proses saya dalam menemukan hidayah, dulu di Negara sendiri, saya tidak sedikitpun tersentuh untuk belajar Islam, memahami islam, dan menjalani hidup secara islami, namun justru di Negara Hong Kong yang Islamnya minoritas ini saya menemukan hidayah itu,” tambahnya.
Yang membuatnya terperangah justru ketika beberapa kali mengikuti acara pengajian di Hong Kong, ia mendapati banyak muslimah dari berbagai negara sibuk mempelajari Islam.
“Saya beberapa kali mendatangi Islamic Centre di Masjid Wan Chailalu guna bertukar pikiran dengan muslimah lain dari berbagai Negara. Di sanalah pengetahuan saya tentang Islam mulai bangkit kembali, “ demikian akunya.
Di akui Sharifah, penyesalan sempat melanda kegersangan jiwanya setelah melalui masa-masa buruk di mana disebutnya telah ‘melupakan Allah dalam hidupnya’.  Untuk menebus kejahiliyahannya itu, wanita berkulit putih ini memilih mengabdikan hidupnya di jalan dakwah di sela-sela waktu kerjanya. Sejak saat ini,  ia mengerahkan segala kemampuannya untuk mengenalkan ajaran Islam pada rekan-rekannyas sejawat, yang rata-rata adalah pekerja migran.
Via Brosur
Mengurutnya, kendala dakwah baginya lebih berat daripada teman-teman Muslim asal Indonesia di Hong Kong. Ini karena muslim Indonesia di Hong Kong sudah banyak perkumpulan yang mengadakan kegiatan keislaman, sedangkan bagi pekekrja Filipina di Hong Kong, jumlah Islamnya sangat sedikit, sehingga perlu perjuangan yang keras dan militan agar tidak menggugur mimpinya dalam menyadarkan rekan-rekannya.
Maka setiap saat keluar rumah, dia selalu membawa brosur-brosur ringan yang menjelaskan kemuliaan Islam. Yang cukup mengharukan, semua brosur tentang Islam ini dia cetak dan ia  fotokopi sendiri. Selainjutnya, ia bagikan secara cuma-cuma pada rekan-rekannya yang berasal dari Filipina.
Ia berharap tak terlalu muluk. Ia ingin apa yang ia lakukan itu --meski tak seberapa-- akan melahirkan mujahidah-mujahidan Islam yang rela mendakwahkan keagungan agama (Islam) ini.
“Harapan saya, akan banyak mujahidah-mujahidah yang ikhlas mendakwahkan Islam bagi warga Filipina, kelak jika sudah pulang ke Filipina, saya –insyaAllah-- akan tetap istiqomah dengan dakwah Islam, menyadarkan orang-orang dekat di kampung saya akan keaagungan Islam, kejernihan ajaran Islam, dan akan saya sadarkan mereka dari kebohongan media yang telah menjauhkannnya dari Islam yang sesungguhnya, “ ujarnya dalam bahasa Inggris.
“Saya minta kepada saudara-saudara Indonesia juga untuk tetap membagi ilmunya dan teguh menemani saya memperjuangkan akidah di Negara   ini, “ ungkap Sharifah sembari menutup ceritanya.
Obrolan akhirnya harus berakhir karena Sharifa meminta izin  ada kesibukan lain yang sedang menunggu. Selama berjuang saudariku! [Anna/Hong Kong/www.hidayatullah.com]

Komentar